Pemilu pada masa Orde Baru hanya diikuti oleh dua partai politik (yaitu, PPP dan PDI) dan satu Golkar, sebaliknya pada pemilu era reformasi diikuti oleh banyak partai (multipartai). Pada pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik, dan pada pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai, sementara pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai, dengan enam partai lokal yang ada di Provinsi Nangru Aceh Darussalam. Lahirnya partai politik di era multipartai, lebih banyak mengadopsi basis massa yang berlatar primordialisme (aliran) yang secara jamak dipakai partai politik pada pemilu 1955 Orde Lama. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kondisi keparpolan pasca reformasi lebih merupakan sistem kepartaian 1955 jilid dua, dengan situasi dan kondisi berbeda. Hal ini telah mendorong adanya dinamika politik kepartaian yang jauh berbeda dengan ketika masa rezim Orde Baru yang monolitik. Sementara dalam sistem pemilu, proporsional dengan daftar tertutup (1999) terus mengalami perubahan dan perbaikan dari mulai proporsional dengan daftar terbuka plus Bilangan Pembagi Pemilih (2004), sampai pada proporsional dengan daftar terbuka tanpa BPP (2009). Berubahnya sistem kepartaian dan pemilu, belum diikuti oleh peningkatan kualitas berpolitik baik dari kalangan elit parpol maupun pemilih. Partai politik belum mampu medesain dirinya secara utuh antara ideologi, platform, dan sekaligus implementasinya. Tidak jarang antara ideologi, platform, dan pelaksanaannya dalam tindakan politik (orientasi pada kebijakan) tidak konsisten, atau bahkan tidak konsekuen. Sementara pemilih, belum menunjukan perilaku politik yang rasional dan dewasa, karena masih diwarnai perilaku transaksional, patronase politik, dan ideologis. Ideologi yang sempit, figur politik, program karikatif lebih mengena dan dapat diterima ketimbang platform, program serta orientasi parpol yang sifatnya substansial. Oleh karena itu partai politik yang punya saham ideologis di masyarakat, punya figur yang kuat, serta kemampuan ekonomi yang memadai akan tetap survive dalam setiap pemilu. Sebaliknya, partai politik yang hanya mengandalkan jaringan organisasi, tanpa didukung massa ideologis yang jelas, figur yang kharismatis, dan dukungan dana yang cukup akan cepat hilang dari peredaran. Kondisi tersebut juga mendorong munculnya beragam fenomena yang menghiasi kepolitikan Indonesia pasca reformasi, seperti maraknya korupsi di lingkungan Dewan, tidak berjalannya sistem organisasi partai, konflik internal partai, kekerasan politik, pembakaran atribut, perusakan kantor partai politik, sampai pada deklarasi untuk secara berjamaah meninggalkan partai politik tertentu. Fenomena tersebut menunjukan kondisi politik yang tidak sehat. Elit parpol yang duduk di dewan merasa tidak punya ikatan dengan pemilih, sehingga mereka bisa berbuat apapun, sekalipun merugikan rakyat. Di sisi lain, rakyat merasa di bohongi dengan janji-janji manis pada saat kampanye, sehingga ketika melihat perilaku elit yang korup dengan gaya hidup mewah, mereka menjadi sinis dan sekaligus apatis.
Prakata v
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xiii
Tujuan Intruksional Bab 1 1
Bab 1 Demokrasi, Partai, dan Pemilih: Sebuah Kajian Teoritis 3
A. Demokrasi dan Representasi 3
B. Partai dan Sistem Kepartaian 6
C. Partai Politik dan Perubahan Electoral 13
D. Perilaku Pemilih 21
Tujuan Intruksional Bab 2 45
Bab 2 Sistem Kepartaian dan Pemilu 47
A. Sistem Kepartaian 47
B. Perubahan Sistem Pemilu 66
C. Ringkasan 72
Tujuan Intruksional Bab 3 75
Bab 3 Politik Aliran dan Pemilu Lokal 77
A. Swing Votes: Sebuah Gejala Electoral Volatility 79
B. Electoral Volatility dan Konsistensi Politik Aliran 84
C. Dinamika Politik Aliran dalam Pemilu Pasca Reformasi 88
D. Ringkasan 105
Tujuan Intruksional Bab 4 107
Bab 4 Pola Hubungan Partai dan Pemilih 109
A. Proses Identifikasi Politik Pemilih 110
B. Dukungan Kelompok Keagamaan 130
C. Menurunnya Image Partai 138
D. Ringkasan 156
Tujuan Intruksional Bab 5 159
Bab 5 Pragmatisme Politik: Respon Partai Terhadap Kondisi Electoral 161
A. Kebijakan Organisasi Partai 162
B. Pendekatan pada Pemilih 170
C. Strategi Berhadapan dengan Partai Lain 180
D. Ringkasan 199
Tujuan Intruksional Bab 6 203
Bab 6 Politik Kepartaian 205
A. Pemilu 2009: Perubahan Partai Politik Dominan 206
B. Sistem Kepartaian Semakin Terpolarisasi 209
C. Figur Kharismatis Menjadi Simbolalisasi Ideologis Partai 210
D. Berkembangnya Partai Catch-All 212
E. Pragmatisme Politik 218
Daftar Pustaka 221
Glossarium 237
Indeks 241
Biografi Penulis 245