Buku ini hadir di hadapan pembaca yang budiman dilatarbelakangi oleh keprihatinan yang mendalam terhadap fenomena tren keberagamaan yang melahirkan energi negatif. Melalui pendidikan agama yang mengedepankan etika sosial serta program pemberdayaan kehidupan beragama oleh para pemuka agama, diharapkan agama akan melahirkan kekuatan peradaban yang luar biasa. Misi normatif agama yaitu rahmat, damai, kasih dan dharma menyaratkan kedewasaan dalam beragama, beragama yang melibatkan
akal dan hati nurani atau pola keberagamaan yang fitri yaitu cerdas dan ihlas. Sebaliknya agama hanya akan melahirkan energi negatif atau menjadi candu masyarakat apabila memasung akal dan memperdaya hati nurani, beragama karena sentimen, kebencian dan ambisi.
KATA PENGANTAR (Menteri Agama Republik Indonesia) - v
KATA PENGANTAR (Prof. Dr. FX Eko Armada Riyanto) - ix
PRAKATA - xv
DAFTAR ISI - xix
BAGIAN 1 PENDAHUlUAN
Bab 1 Kajian Tentang Etika Sosial dan Persaudaraan - 3
Islam Tentang Etika dan Moral - 5
BAGIAN 2 TolERANSI BERAGAMA DAlAM RAGAM PERSPEKTIF
Bab 2 Etika Toleransi Beragama dalam Islam dan Kristen - 19
Bab 3 Konstruksi Teologi dan Toleransi Antarumat Beragama - 33
Bab 4 Aspek dan Dialektika Hubugan Antarumat Beragama - 47
Bab 5 Bentuk-bentuk Hubungan Etis Antarumat Beragama - 57
Bab 6 Kedewasaan Beragama dan Toleransi - 61
Bab 7 Spiritualitas Sebagai Paradigma Perdamaian dalam Keberagamaan - 69
BAGIAN 3 PRoBlEM DAN PERAN ElIT DAlAM HUBUNGAN ANTAR
AGAMA DI JAwA TIMUR
Bab 8 Konteks Sosial Budaya Hubungan Antarumat Beragama - 83
Bab 9 Problematika Hubungan Antarumat Beragama - 101
Bab 10 Peran Elit Agama Terhadap Multikulturalisme - 111
BAGIAN 4 PENGEMBANGAN ETIKA SoSIAl HUBUNGAN ANTARUMAT
BERAGAMA MElAlUI PENDIDIKAN
Bab 11 Etika Sosial Sebagai Dasar Pengembangan Toleransi Beragama- 129
Bab 12 Pembentukan Etika Sosial Melalui Pendidikan Agama - 155
A. Latar Belakang Permasalahan - 155
PENDIDIKAN AGAMA MULTIKULTURAL
Dari Etika Religius, Kajian Empiris hingga Praksis Implementatif Toleransi Beragama
Bab 13 Pendidikan Agama yang Fungsional dan Anti Radikalisme Anarkisme - 175
Bab 14 Pendidikan Etika Sosial Berbasis Kearifan lokal - 185
Bab 15 Pengembangan Etika Sosial Melalui Pendidikan - 203
DAFTAR PUSTAKA - 225
INDEKS - 241
GloSARIUM - 245
TENTANG PENUlIS - 249
Manusia secara kodrati merupakan makhluk dengan keterbatasan pengetahuan dalam memahami pengetahuan Tuhan Yang Maha Luas. Keterbatasan itulah yang mengakibatkan munculnya ragam tafsir manusia dalam memahami kebenaran. Kebenaran satu tafsir buatan manusia pun menjadi relatif, sebab kebenaran hakiki hanya milik Tuhan.
Sebagai makhluk dengan kemampuan terbatas, manusia sangat mungkin terperosok dalam bentuk pemahaman yang ekstrim dan berlebih-lebihan dalam mempraktikkan kebenaran ajaran agama. Terlebih, seiring perkembangan teknologi komunikasi, ajaran agama yang berlebihan semakin berkembang luas, lalu mengganggu kedamaian.
Jangankan ekstrim atau berlebihan terhadap sesuatu yang sudah jelas buruk, seperti bersifat sombong, bahkan bersifat baik pun implikasinya menjadi buruk ketika dilakukan berlebih-lebihan, misalnya dalam hal sedekah, jika berlebihan jatuhnya pemborosan.
Moderasi merupakan kata kunci yang penting untuk dipahami agar setiap orang dapat mempraktikannya. Orang yang senantiasa beribadah tanpa membantu masalah orang lain di sekitarnya, atau mereka yang merendahkan ajaran agama lain tergolong orang yang berlebihan. Hal semacam ini bisa disebut tidak sesuai dengan prinsip moderasi dalam beragama atas dasar paham supremasi.
Buku yang ditulis Prof. Tobroni ini sangat relevan dalam merespon kondisi umat beragama yang seringkali diwarnai dengan ketegangan konflik, intoleransi antar agama, hingga kekerasan. Buku ini bisa dibilang komprehensif karena diawali dari pembahasan etika religius sebagai persoalan mendasar kehidupan beragama.
Berangkat dari keprihatinan mendalam soal tren berbau agama atau budaya beragama saat ini yang cenderung negatif. Di sisi lain, agama baik di tangan orang yang baik, tetapi akan menjadi buruk ditangan orang yang jahat. Melalui pendidikan multikultural yang kedepankan etika sosial, agama diharapkan dapat melahirkan kekuatan peradaban, sebaliknya, nilai - nilai agama yang baik akan sirna dengan kebencian antar sesama.
Keberagaman keyakinan jadi potensi konfik terjadi, oleh karena itu pembentukan nilai karakter, seperti kepedulian, toleransi, cinta damai dan semangat kebangsaan perlu dilakukan sejak dini demi masa depan generasi bangsa melalui pendidikan multikultural. Pendidikan yan menghargai berbagai perbedaan dan memberikan keadilan terhadap setiap individu tanpa adanya diskriminasi.
Karya guru besar FAI UMM ini berhasil suguhkan data empiris tentang berbagai persoalan kehidupan beragama, dari akar persoalan, konflik beserta solusinya. Buku yang bertajuk “Dari Etika Religius, Kajian Empiris hingga Praktis Implementatif Toleransi Beragama” ini juga muat praksis pendidikan toleransi di lingkungan sekolah yang dapat memperkaya wawasan atau alternatif pendidikan multikultural dalam rangka toleransi beragama.
Dalam konteks pendidikan keagamaan Indonesia, Tobroni soroti dua hal; Pertama kualitas pendidikan keagamaan, meliputi madrasah, pesantren dan perguruan tinggi. Lembaga pendidikan tersebut di wanti-wanti sebagai pusat keunggulan (Centre of Excellence) yang mampu kembangkan IPTEK hinga kebudayaan yang bernuansa religius dan berkebangsaan. Kedua, pendidikan agama di sekolah yang bertujuan membangun harmoni kehidupan beragama siswa diharapkan dapat mencetak lulusan moderat dalam memahami doktrin agama.
Pada bagian pengantar, Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qourmas jelaskan, moderasi beragama adalah tata cara beragama yang berkeadaban, bertanggung jawab dan efektif. Menurutnya moderasi beragama merupakan bagian dari nilai-nilai adiluhung bangsa yang harus terus diwariskan kepada segenap warga bernegara yang memegang teguh Bhineka Tunggal Ika berdasarkan Pancasila dan UUD 45 dalam wadah kesatuan NKRI (Hal. v-vi).
Mengutip dari pengantar lain, Prof. Dr. FX Eko Armada Riyanto, buku ini bagaikan embun yang dirindukan tatkala hidup kebersamaan kita sedang berada di padang gurun kering. Menurut ahli filsafat dan ketua STFT Widya Sasana Malang tersebut, persaudaraan antarumat beragama yang berbeda harus kita perjuangkan bersama. Dalam buku ini, Tobroni uraikan berbagai tema persaudaraan dalam alur berpikir edukatif yang runtut, kaya, sekaligus kompak (Hal. ix).
Berdasarkan uraian diatas, buku ini layak dijadikan referensi dalam implementasi kebijakan Pembangunan bidang keagamaan untuk jangka menengah maupun jangka Panjang, serta relevan untuk dijadikan bacaan di lingkungan akademis, untuk guru, ustadz, murid, serta siapa saja yang tertarik soal kehidupan beragama di Indonesia.