Sebagaian warga masyarakat pada umumnya memahami istilah bukti sama pengertianya dengan barang bukti. Karena sebagian besar para pejabat penegak hukum dalam memberikan keterangan kepada para wartawan pada umumnya hanya menggunakan istilah bukti dan barang bukti, misalnya si A setelah diperiksa oleh penyidik secara langsung di tetetapkan sebagai tersangka dan ditahan berdasarkan bukti yang cukup. Sedangkan terhadap si B meskipun sudah tiga kali diperiksa belum di tetapkan sebagai tersangka karena belum cukup bukti. Dalam praktik penegakan hukum jarang sekali penegak hukum dalam memberikan keterangan menyebutkan istilah terdapat cukup alat bukti yang sah. Padahal menurut ketentuan yang diatur dalam KUHAP terdapat perbedaan yang signifikan antara pengertian dan status barang bukti dengan alat bukti yang sah. Karena seorang terdakwa hanya dapat dijatuhi pidana oleh hakim berdasarkan alat bukti yang sah dalam jumlah yang cukup, sekurang - kurangnya dua alat bukti yang sah. Sedangkan untuk barang bukti, meskipun jumlahnya lebih dari sepuluh, tidak dapat digunakan oleh hakim sebagai dasar hukum untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Berdasarkan hal - hal sebagaimana dikemukakan di atas maka penulis berkeinginan untuk menyampaikan sumbang pikir agar warga masyarakat dengan mudah dapat memahami bahwa yang dimaksud dengan istilah bukti itu dapat mempunyai beberapa pengertian, yaitu sebagai barang bukti, sebagai bukti permulaan dan alat bukti yang sah.
Oleh karena itu, dengan membaca tulisan yang disajikan secara sedehana ini, maka diharapkan agar warga masyarakat dapat lebih mudah memahami berbagai hal tentang pengertian, status dan fungsi upaya pembuktian dalam proses peradilan. Disamping itu, dengan membaca tulisan ini dapat pula diketahui bahwa para penyidik dalam melakukan kegiatan dan tindakannya untuk mencari dan memperoleh benda yang disebut sebagai bukti wajib mematuhi dan menggunakan tata cara menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUHAP
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. PENGERTIAN TENTANG BARANG BUKTI 5
BAB III. BERBAGAI BENDA YANG DAPAT DISITA
SEBAGAI BARANG BUKTI 7
BAB IV. BENDA SITAAN SEBAGAI BARANG BUKTI 4
BAB V. BARANG BUKTI BUKAN ALAT BUKTI YANG
SAH 11
BAB VI. FUNGSI BARANG BUKTI DALAM PEMBUKTIAN 15
BAB VII. BEBERAPA ISTILAH DALAM PEMBUKTIAN 19
A. Istilah Bukti 19
B. Istilah Bukti Permulaan 21
C. Istilah Barang Bukti 25
D. Istilah Alat Bukti yang Sah 26
1. Alat Bukti Keterangan Saksi 28
2. Alat Bukti Keterangan Ahli 31
3. Alat Bukti Surat 32
4. Alat Bukti Petunjuk 35
5. Alat Bukti Keterangan Terdakwa 38
BAB VIII. TATA CARA PENGGELEDAHAN 43
A. Pejabat yang Berwenang Melakukan
Tindakan Penggeledahan 43
B. Tujuan Tindakan Penggeledahan 43
C. Tata Cara Penggeledahan Rumah 44
D. Tata Cara Penggeledahan Rumah dalam
Keadaan Perlu dan Mendesak 44
E. Tata Cara Penggeledahan Rumah dalam
Keadaan Biasa 45
F. Beberapa Ketentuan Lain yang Berkaitan
dengan Penggeledahan 46
G. Larangan Memasuki Tempat Tertentu 47
H. Penggeledahan Diluar Daerah Hukum
Penyidik 48
I. Penggeledahan Badan 49
J. Hubungan Penggeledahan dan Penyitaan 50
BAB IX. TATA CARA PENYITAAN 51
A. Pejabat yang Berwenang Melakukan
Tindakan Penyitaan 51
B. Tujuan Tindakan Penyitaan 52
C. Tata Cara Penyitaan dalam Keadaan Biasa 52
D. Tata Cara Penyitaan dalam Keadaan yang
Sangat Perlu dan Mendesak 54
E. Tata Cara Penyitaan dalam Keadaan
Tertangkap Tangan 55
F. Tata Cara Penyitaan Diluar Daerah Hukum
Penyidik 56
G. Penyerahan Benda yang dapat Disita
Kepada Penyidik 57
H. Tata Cara Penyitaan Terhadap Surat/
Tulisan Lain 58
BAB X. RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN
(RUPBASAN) 61
A. Penjualan dan Pengamanan Benda Sitaan 62
B. Pengembalian dan Pinjaman Benda sitaan 63
C. Peralihan Tanggungjawab Yuridis Benda
Sitaan 65
D. Pemeriksaan Surat 66
E. Tata Cara Pemeriksaan Surat Lain 66
F. Penggeledahan dan Penyitaan Surat yang
dapat Memberikan Keterangan 68
G. Pemeriksaan Surat Palsu 69
H. Pemeriksaan Surat Palsu Berdasarkan
Pengaduan (Laporan) 70
I. Pemeriksaan Surat Palsu Berdasarkan
Dugaan Penyidik 70
DAFTAR PUSTAKA 71